Pandeglang, TF.com || 11 Agustus 2025, Rencana pengiriman sampah dari Kota Tangerang Selatan (Tangsel) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bangkonol, Kecamatan Koroncong, Kabupaten Pandeglang, menuai penolakan keras dari masyarakat setempat. Sejumlah warga mulai mengeluhkan dampak kesehatan seperti sesak napas, batuk, serta bau menyengat yang diduga berasal dari aktivitas TPA.
Bang Yos, salah satu tokoh masyarakat yang tergabung dalam organisasi lokal, mengungkapkan bahwa pihaknya telah turun langsung ke lapangan untuk melakukan investigasi bersama sejumlah elemen masyarakat.
''Kami keberatan dengan adanya pembuangan sampah di wilayah kami. Warga mulai merasakan dampak negatifnya—bau menyengat, sesak napas, hingga batuk. Kami mendesak pemerintah untuk membatalkan atau setidaknya mengkaji ulang rencana tersebut," ujar Bang Yos saat ditemui, Minggu (10/8/2025).
Forum Warga Banten Bersatu (Forwatu Banten) bersama warga Desa Bangkonol menyatakan siap menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran pada Kamis, 14 Agustus 2025, di sekitar Pendopo Bupati Pandeglang. Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap rencana pengiriman sampah dari Kota Tangsel ke wilayah mereka.
Agus Sugianto Wibowo, Humas Forwatu Banten, menegaskan bahwa kebijakan pengiriman sampah ini sangat merugikan masyarakat setempat.
> "Betul, pada Kamis nanti kami akan melakukan aksi unjuk rasa. Tuntutan kami jelas: Pemkab Pandeglang harus membatalkan MOU dengan Pemkot Tangsel terkait pengiriman sampah ke TPA Bangkonol," kata Agus.
Ia menambahkan bahwa masyarakat Bangkonol selama ini sudah cukup terbebani dengan keberadaan TPA. Jika sampah dari luar daerah ditambahkan, dikhawatirkan akan memperparah permasalahan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
> "Kami bukan anti-pembangunan, tapi jangan korbankan kami dengan kebijakan yang hanya menguntungkan pihak luar. Kami siap mempertahankan hak warga Bangkonol," tegasnya.
Aksi ini diperkirakan akan melibatkan ratusan massa dari berbagai elemen masyarakat. Mereka akan membawa spanduk dan poster penolakan, serta menggelar orasi hingga tuntutan mereka didengar oleh pemerintah daerah.
Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya menilai bahwa kebijakan ini diduga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).
"Kami menduga ini bertentangan dengan UU. Pemerintah seharusnya mempertimbangkan aspek kesehatan dan lingkungan," ungkapnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Pemerintah Kabupaten Pandeglang terkait desakan pembatalan MOU tersebut.
Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) juga turut menyoroti permasalahan ini dan menyampaikan keprihatinan atas dampak negatif yang mulai dikeluhkan warga.
"Pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan ini, terutama dampaknya terhadap kesehatan masyarakat yang kini mulai dirasakan," tulis pernyataan GWI.
(Sueb)
Tidak ada komentar
Posting Komentar