Dinamika Perkawinan di Provinsi Banten Tahun 2025

Tidak ada komentar


Oleh: Mega Silviani, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang Serang

Perkawinan itu, secara sederhana, memang dianggap sakral dan jadi tonggak penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk di Provinsi Banten. Tapi jangan salah, di balik seremoni meriah dan adat yang kental, banyak juga problematika yang mengiringinya. Tahun 2025 ini, ada beberapa isu perkawinan yang cukup rame dibahas, mulai dari tingginya angka pernikahan dini, polemik dispensasi nikah, sampai fenomena kawin siri yang masih terjadi di masyarakat Banten.

Realita Perkawinan di Banten Tahun 2025, 

Provinsi Banten dikenal sebagai daerah yang masih kental budaya dan religiusitasnya. Tapi, justru di tengah itu, praktik-praktik perkawinan yang problematik masih sering ditemukan, misalnya:

1. Tingginya Angka Perkawinan Anak

Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Banten (DP3AKB) semester awal 2025, tercatat ada lebih dari 1.500 permohonan dispensasi kawin yang masuk ke Pengadilan Agama. Penyebab utamanya? Lagi-lagi faktor ekonomi, pendidikan rendah, dan dorongan adat.

2. Kawin Siri

Sampai hari ini, praktik kawin siri masih marak di Banten, terutama di wilayah pedesaan. Walaupun gak tercatat resmi di negara, tapi secara sosial masih dianggap sah. Dampaknya? Anak yang lahir dari kawin siri jadi kesulitan ngurus akta kelahiran, warisan, bahkan jaminan sosial.

3. Peran Adat dan Agama

Di beberapa wilayah Banten, budaya kawin di usia muda masih dianggap biasa, karena dinilai menjaga nama baik keluarga atau menghindari zina.Sayangnya, ini sering bertabrakan dengan aturan UU No. 16 Tahun 2019 yang menetapkan batas minimal usia perkawinan.

Contoh Kasus Nyata (Putusan Pengadilan)

Putusan No. 0587/Pdt.P/2024/PA/.Kab.Srg

Seorang remaja perempuan berusia 16 tahun mengajukan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Kabupaten Serang dengan alasan sudah hamil di luar nikah. Majelis Hakim mempertimbangkan alasan tersebut sebagai keadaan mendesak dan akhirnya mengabulkan dispensasi. Tapi, di sisi lain, hakim juga menyoroti pentingnya edukasi dan pengawasan dari keluarga dan pemerintah agar kasus serupa tidak berulang.

Banten masih punya PR besar untuk menekan angka perkawinan anak dan kawin siri. Peran penyuluh agama, sekolah, lembaga hukum sangat penting untuk memberikan edukasi dan pendampingan. Kita sebagai mahasiswa hukum juga harus siap terjun untuk memberi pemahaman yang benar ke masyarakat.

Perkawinan memang urusan pribadi, tapi dampaknya itu sosial dan hukum. Di Banten, tantangan-tantangan ini bisa jadi peluang bagi kita, mahasiswa hukum, untuk belajar berkontribusi nyata. Jangan sampai masalah-masalah ini terus menjadi “hal biasa” hanya karena alsan budaya.

Tidak ada komentar

Posting Komentar